Pendidikan tingginya dimulai di Institut PTIQ Jakarta, di mana ia meraih gelar Sarjana Komunikasi dan Penyiaran Islam sekaligus gelar Sarjana Al-Qur'an (SQ)—sebuah pencapaian yang menggabungkan keilmuan agama dengan studi akademik modern. Minatnya pada dinamika sosial kemudian mengantarkannya ke Universitas Indonesia, di mana ia menyelesaikan program magister Antropologi pada 2007. Ia menempuh studi doktoral di dua institusi: Universitas Indonesia (Antropologi) dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Antropologi-Sosiologi Pengkajian Islam), yang menunjukkan komitmennya untuk menjembatani ilmu sosial dengan studi Islam .
Sebagai akademisi, Sahlul Fuad telah mengabdikan diri sebagai dosen tetap di Universitas PTIQ Jakarta sejak 2023, dengan fokus pada kajian antropologi agama dan gender. Karya-karyanya mencerminkan pendekatan interdisipliner, seperti buku Moderasi Beragama: Konsep Nilai, dan Strategi Pengembangannya di Pesantren (2020), yang menjadi rujukan dalam diskusi toleransi beragama. Ia juga menulis Politik Moderasi Beragama: Antara Kepentingan Negara dan Agama, dalam Moderasi Beragama Perspektif Politik. Pada International Conference on the Transformation of Pesantren, ia berkontribusi makalah berjudul Smart Pesantren sebagai Prototipe Society 5.0 di Indonesia (2025).
Penelitiannya sering mengkritisi formalisme agama, seperti dalam artikel "Ahkam al-Khams dalam Dinamika Pemikiran Hukum Islam" (2020), di mana ia menganalisis ketahanan prinsip hukum Islam terhadap perubahan sosial. Selain itu, kajiannya tentang "Membaca Al-Qur’an Bertajwid: Dimensi Sosiokultural" (2015) mengungkap bagaimana praktik keagamaan dipengaruhi oleh konteks budaya. Prestasinya diakui melalui indeks H-10 di AD Scientific Index.
Tidak hanya berkutat di dunia akademik, Cak Lul juga aktif dalam gerakan sosial-keagamaan. Ia pernah aktif di Pimpinan Pusat Jam'iyyatul Qurra wal Huffazh (JQH NU) (2018–2024). Keterlibatannya di Lakpesdam PWNU Banten dan PMII mulai sebagai Ketua Komisariat Kebayoran Lama, Sekretaris Umum PC PMII Jakarta Selatan dan PKC DKI Jakarta hingga Ketua Litbang PB PMII, 2005–2008, ini menunjukkan upayanya untuk mendorong literasi kritis dan kajian multidisiplin di kalangan aktivis muda. Dia juga pernah aktif di LSM Gerakan Anti-Diskriminasi (GANDI) yang didirikan Gus Dur.
Di ranah jurnalistik, Sahlul merintis majalah internal PMII Kebayoran Lama bernama Geliat. Kemudian ia pernah menjadi reporter untuk Majalah Realita Haji Kementerian Agama RI (2014), Tabloid Masjid Nusantara (2010), dan Majalah Kementerian Negara Daerah Disparitas (2009). Di bidang ini ia menunjukkan kemampuan adaptasinya dalam dunia media.
Di ranah sastra, Cak Lul terlibat aktif dalam Komunitas Sastra Reboan dan Apresiasi Sastra. ia menulis puisi dan cerpen yang merefleksikan ironi sosial, seperti antologi 33 Puisi Dusta (2011), Senja yang Retak: Jejak-jejak Puisi yang Tertinggal (2025), dan cerpen "Mati Ketawa" (2011), yang menggabungkan kritik budaya dengan narasi jenaka. Karya-karya ini memperlihatkan sisi humanisnya sebagai intelektual yang peka terhadap dinamika masyarakat.
Sahlul Fuad telah membangun karier profesional yang beragam, menjembatani dunia akademik, pemerintahan, dan organisasi masyarakat. Sebagai Dosen Tetap di Institut PTIQ Jakarta, yang sekarang menjadi Universitas PTIQ Jakarta, ia tidak hanya mengajar tetapi juga terlibat dalam pengembangan kurikulum berbasis gender dan moderasi beragama. Sebelum di Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, ia mengabdikan diri sebagai Dosen Tetap Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah di Institut PTIQ Jakarta 2015–2022, di mana ia mengajar mata kuliah antropologi pendidikan.
Di sektor pemerintahan, Sahlul berkontribusi sebagai Anggota Tim Pengarusutamaan Gender di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) (2016–2019). Dalam peran ini, ia terlibat dalam penyusunan buku ajar berbasis gender untuk perguruan tinggi keagamaan, serta kebijakan yang mendorong kesetaraan di lingkungan pendidikan Islam. Pengalamannya sebagai Tenaga Ahli di Komisi Yudisial RI (2010–2019), Mahkamah Konstitusi (2007–2009), dan Dewan Perwakilan Rakyat (2011-2014) memperlihatkan keahliannya dalam dokumentasi hukum dan penulisan naskah akademik, termasuk penyusunan buku naskah komprehensif amendemen UUD 1945 dan biografi hakim konstitusi.
Sahlul juga aktif sebagai peneliti dan konsultan kebijakan. Ia pernah menjadi Tenaga Ahli Evaluasi Kebijakan di Bappenas (2005–2010), khususnya untuk program pembangunan kawasan tertinggal dan perbatasan. Kontribusinya dalam proyek-proyek ini meliputi analisis sosial budaya yang digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan inklusif.
Di luar ranah formal, Sahlul mengelola website pribadi (www.caklul.net) sebagai platform berbagi artikel akademik dan esai populer, menunjukkan komitmennya untuk mendemokratisasikan pengetahuan. Dengan jejaring yang luas di kalangan akademisi, aktivis, dan pemerintah, ia terus menjadi penghubung antara wacana keilmuan dan praktik sosial.
Dengan kombinasi keilmuan pesantren, akademik, dan aktivisme, Sahlul Fuad merupakan figur yang unik—seorang antropolog yang tetap berakar pada tradisi, sekaligus penulis yang mampu mengartikulasikan kompleksitas sosial-keagamaan dalam bahasa yang hidup.
