AM. Syahrir, SQ, M.Si, atau biasa dikenal dengan Syahrir Rahman adalah seorang akademisi, da’i, dan pengasuh pondok pesantren yang lahir di Desa Bulukading, Kecamatan Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Meski berasal dari darah Bugis, hidupnya lebih banyak dihabiskan di Jawa Timur, tepatnya di Desa Banjar Kemuning, Sedati, Sidoarjo. Syahrir, sapaan akrabnya, memulai pendidikannya di MTs Nurul Huda Kalanganyar Sedati sebelum kembali ke kampung halamannya untuk dididik langsung oleh kakeknya, KH. Lanre Said, pengasuh Pesantren Darul Huffadh (Pesantren 77) di Kajuara, Bone.
Tidak lama berselang, Syahrir memutuskan merantau ke Jawa Timur untuk menimba ilmu di Pondok Pesantren Ta'limil Qur'an Pasuruan. Di sana, ia berhasil menyelesaikan hafalan Al-Qur'an 30 juz. Namun, tekadnya untuk mendalami ilmu Al-Qur'an tidak berhenti sampai di situ. Ia kemudian melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Jakarta dengan menempuh pendidikan tinggi di Institut PTIQ Jakarta pada tahun 1994. Di PTIQ, Syahrir tidak hanya membangun karakter sebagai seorang hafidz Al-Qur'an yang rendah hati, tetapi juga aktif dalam berbagai organisasi keagamaan dan sosial, seperti PMII Kebayoran Lama Jakarta Selatan, PW GP Anshor DKI Jakarta, PW JQH NU DKI Jakarta, dan PP FKDMI (Forum Komunikasi Da'i Muda Indonesia) Jakarta.
Pada tahun 2000, Syahrir meraih prestasi gemilang dengan terpilih sebagai salah satu da’i muda Indonesia yang berkesempatan mengikuti Daurah Imam dan Khutoba’ di Mujamma’ Abu Nur, Damaskus, Suriah. Pengalaman ini memperkaya wawasannya dalam bidang dakwah dan keislaman. Setelah kembali ke Indonesia, ia memulai pengabdiannya sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi, antara lain Fakultas PAI-Tarbiyah UNSURI Surabaya, STIQ Al-Khoziny, dan ITATS Surabaya. Ia juga terlibat dalam pendirian Ma'had 'Aly di IAIN Surabaya (kini UINSA) dan aktif sebagai staf BPM NU RSI Siti Hajar Sidoarjo hingga tahun 2022.
Di Sidoarjo, Syahrir juga aktif dalam dunia organisasi. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris PW LESBUMI Jawa Timur pada masa kepemimpinan KH. Ali Maschan Moesa sebagai Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Timur. Selain itu, ia juga menjadi Ketua PW FKDMI Jawa Timur, Sekretaris ISHLAH (Ikatan Silaturahmi Hafidh-Hafidhoh) Kabupaten Sidoarjo, dan salah satu pendiri Lembaga Tahfidh Qur’anic Center Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2014. Di bidang politik, ia aktif di PC PKNU Sidoarjo sebagai Wakil Ketua I.
Kini, Syahrir telah kembali ke dunia pesantren, habitat yang paling ia cintai. Pada tanggal 14 Juli 2020, ia mendirikan Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an-2 di Desa Ngampelsari, Candi, Sidoarjo. Pesantren ini kini memiliki 40 santri dan terus berkembang dengan program-program unggulan, seperti MTs Tahfidh dengan sistem akselerasi dua tahun. Program ini fokus pada tahfidhul Qur’an dan penguasaan bahasa Arab, mencetak generasi muda yang tidak hanya hafal Al-Qur’an tetapi juga menguasai bahasa sebagai alat untuk memahami khazanah keislaman secara lebih mendalam.
Syahrir adalah sosok yang menginspirasi dengan dedikasinya yang tinggi terhadap pendidikan, dakwah, dan pengembangan masyarakat. Kehidupannya mencerminkan integritas seorang hafidz Al-Qur’an yang tidak hanya berpegang pada tradisi tetapi juga terbuka terhadap perkembangan zaman. Melalui pesantrennya, ia berkomitmen untuk melahirkan generasi Qur’ani yang berilmu, berakhlak mulia, dan siap berkontribusi bagi bangsa dan agama. Semoga perjalanannya terus diberkahi dan memberikan manfaat seluas-luasnya bagi umat.
Syahrir juga dikenal sebagai penulis dan pembicara dalam berbagai seminar keislaman. Karya-karyanya banyak menginspirasi para santri dan mahasiswa. Selain itu, ia aktif dalam kegiatan sosial, seperti pengajian rutin dan pembinaan masyarakat, menunjukkan bahwa ilmu yang dimilikinya tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk dibagikan kepada orang lain.
Dengan segudang pengalaman dan dedikasi yang tak kenal lelah, AM. Syahrir, SQ, M.Si, adalah teladan bagi siapa saja yang ingin menggabungkan kecintaan pada Al-Qur’an dengan pengabdian nyata bagi masyarakat.